Beranda | Artikel
Mengenal Tauhid [Bagian 12]
Selasa, 5 Desember 2017

Bismillah.

Alhamdulillah kita berjumpa lagi dalam seri mengenal Tauhid dengan memetik pelajaran dan faidah dari Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah. Pada bagian sebelumnya kita telah membahas seputar larangan terbesar yaitu syirik kepada Allah.

Penulis -yaitu Syaikh Muhamad at-Tamimi rahimahullah– telah membawakan dalil-dalil sebelumnya yang menunjukkan pentingnya tauhid, bahwa tauhid merupakan tujuan penciptaan jin dan manusia, kemudian tauhid merupakan misi utama dakwah para rasul, dan tauhid merupakan kewajiban yang paling wajib diantara semua perintah agama Islam.

Dari penjelasan sebelumnya kita pun mengetahui bahwa hakikat ibadah ialah yang murni ditujukan kepada Allah. Oleh sebab itu Allah tidak menerima ibadah yang tercampuri dengan syirik. Ibadah adalah hak Allah, maka menujukan ibadah kepada selain Allah merupakan kezaliman. Syirik menyebabkan amal-amal kita tidak diterima. Hakikat syirik itu adalah beribadah kepada selain Allah di samping beribadah kepada Allah.

Karena itulah setiap rasul memerintahkan kepada umatnya untuk bertauhid dan menjauhi syirik. Bahkan Allah mewasiatkan di dalam al-Qur’an untuk menjauhi syirik sebelum perkara-perkara yang diharamkan selainnya. Sesuatu yang diwasiatkan oleh Allah di dalam al-Qur’an maka secara otomatis ia pun menjadi wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada kesempatan ini kita akan melanjutkan pembahasan dengan memetik faidah dari hadits yang dibawakan oleh penulis setelah ayat-ayat terdahulu dan atsar/riwayat dari Ibnu Mas’ud yang sudah kita bahas pada seri sebelumnya.

Hak Allah atas Hamba

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah membawakan hadits dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu’anhu. Beliau mengisahkan : Dahulu saya pernah membonceng Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas seekor keledai. Ketika itu beliau berkata kepadaku, “Wahai Mu’adz, apakah kamu tahu apakah hak Allah atas hamba dan apa hak hamba kepada Allah?”. Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Adapun hak hamba kepada Allah ialah Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apakah tidak sebaiknya saya kabarkan berita gembira ini kepada manusia?”. Beliau menjawab, “Jangan kabarkan berita gembira ini kepada mereka karena itu akan membuat mereka bersandar.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam kedua kitab Sahih mereka)

Hadits ini mengandung keterangan mengenai wajibnya tauhid atas setiap hamba, keutamaannya yang sangat agung, dan tafsir daripada tauhid itu sendiri. Setiap hamba wajib mentauhidkan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Tauhid merupakan sebab utama untuk selamat dari azab Allah. Tafsir tauhid itu adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan syirik. Demikian poin-poin penting yang kami kembangkan dari keterangan Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah (lihat Al-Mulakhash fi Syarhi Kitab At-Tauhid, hal. 22)

Hadits ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang bertauhid tempat kembali mereka adalah surga, walaupun sebagian diantara mereka harus diazab terlebih dulu di dalam neraka -karena dosanya- sebab tauhid itulah yang menjadi sebab keselamatan dirinya. Adapun orang-orang kafir, musyrik, dan munafik -nifak akbar- maka tempat tinggal mereka di akhirat adalah neraka. Mereka kekal di dalamnya, dan tidak bisa masuk surga (lihat I’anatul Mustafid, 1/64)

Hadits ini juga memberikan faidah, hendaknya penimba ilmu pandai-pandai dalam menyampaikan masalah agama. Bagi orang-orang yang mutasahil/suka meremehkan maka hadits-hadits tentang janji ampunan dan semacamnya tidak seyogyanya diperbanyak, karena hal itu akan menyeret mereka ke dalam keburukan yang lebih besar. Bagi orang-orang yang mutasyaddid/suka berlebihan, hadits-hadits tentang ancaman tidak seyogyanya diperbanyak, karena hal itu membuat mereka bertambah berlebihan/bersikap terlalu keras atau tertimpa waswas. Hendaklah penimba ilmu, pemberi nasihat, atau pengajar memperhatikan kondisi orang-orang yang dia hadapi. Apabila ada perkara-perkara rumit dan pelik yang sekiranya sulit dipahami oleh orang-orang awam maka hendaklah tidak dibeberkan kepada mereka, namun hendaklah hal itu hanya dikemukakan kepada penimba ilmu atau mereka yang memang sanggup memahaminya. Sebagaimana dokter yang meletakkan obat pada tempat yang sesuai dengannya. Demikian faidah yang kami sarikan dari keterangan Syaikh Al-Fauzan hafizhahullah (lihat I’anatul Mustafid, 1/68)

Kezaliman Yang Diremehkan

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya syirik benar-benar kezaliman yang sangat besar.” (Luqman : 13). Zalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Orang yang beribadah kepada selain Allah berarti telah menujukan ibadah kepada sesuatu yang tidak berhak menerimanya. Dan hal itu merupakan kezaliman yang paling berat (lihat Kitab at-Tauhid karya Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah, hal. 8)

Di samping zalim, orang yang berbuat syirik juga sesat. Allah befirman (yang artinya), “Barangsiapa mempersekutukan Allah sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang amat jauh.” (an-Nisaa’ : 116). Bahkan orang yang berbuat syirik adalah termasuk golongan orang sesat yang paling sesat. Allah berfirman (yang artinya), “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang berdoa/beribadah kepada selain Allah…” (al-Ahqaf : 5)

Allah pun mengancam pelaku syirik dengan siksaan yang keras. Allah berfirman (yang artinya), “Maka janganlah kamu menyeru/beribadah bersama dengan Allah suatu sesembahan yang lain; sehingga menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang disiksa.” (asy-Syu’ara’ : 213)

Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mempersekutukan Allah sungguh Allah haramkan surga baginya dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang pun penolong.” (al-Maa-idah : 72)

Syirik adalah dosa yang tidak bisa diampuni kecuali dengan taubat dari pelakunya sebelum meninggal. Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik kepada-Nya, dan masih mengampuni dosa-dosa lain yang berada di bawahnya bagi siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya.” (an-Nisaa’ : 48)

Pelaku syirik akan terhapus semua amal kebaikannya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan seandainya mereka itu berbuat syirik pasti akan lenyap dari mereka semua amal yang telah mereka lakukan.” (al-An’am : 88)

Oleh sebab itu barangsiapa yang menginginkan amal salihnya diterima oleh Allah haruslah menjauhi segala bentuk syirik kepada Allah; yang besar maupun yang kecil, yang tampak maupun yang samar-samar. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)

Sayangnya walaupun bahaya syirik itu begitu besar dan merusak ternyata banyak orang yang meremehkan dosa syirik. Yang lebih parah lagi menganggap bahwa syirik itu tidak ada masalah, bahkan menurut mereka syirik bukanlah kejahatan! Dengan dalih bahwa pelaku syirik tidak menzalimi orang lain atau tidak merugikan pihak lain… Kalau seperti itu alasannya berarti pelacuran dan narkoba juga bukan kejahatan selama tidak merugikan orang lain [?!]

Kezaliman Terbesar

Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi rahimahullah mengatakan, “Asal makna zalim dalam bahasa Arab adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Siapa saja yang meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya maka dia dikatakan telah berbuat zalim dalam bahasa Arab. Dan sebesar-besar bentuk kezaliman -dalam artian meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya- adalah meletakkan/menujukan ibadah kepada selain Yang menciptakan. Maka barangsiapa yang meletakkan ibadah kepada selain Dzat yang menciptakan langit dan bumi itu artinya dia telah meletakkan ibadah bukan pada tempatnya…” (lihat al-‘Adzbu an-Namiir min Majalis asy-Syinqithi fit Tafsir, 1/82)

Oleh sebab itulah di dalam al-Qur’an Allah sering menyebut perbuatan syirik sebagai bentuk kezaliman. Diantaranya adalah firman Allah (yang artinya), “Dan janganlah kamu menyeru/beribadah kepada selain Allah sesuatu yang jelas-jelas tidak bisa mendatangkan manfaat dan mudharat kepadamu. Apabila kamu tetap melakukannya maka dengan begitu kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (Yunus : 106)

Demikian pula ketika Allah menceritakan nasihat Luqman kepada anaknya (yang artinya), “Wahai putraku, janganlah kamu berbuat syirik kepada Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (Luqman : 13)

Syaikh Shalih as-Suhaimi hafizhahullah berkata, “Kezaliman terbesar adalah syirik kepada Allah. Allah berfirman (yang artinya), “[Luqman berkata] Wahai putraku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (Luqman : 13). Perbuatan zalim itu adalah meletakkan sesuatu tidak pada tempat yang seharusnya. Dan kezaliman yang paling besar dan paling keji adalah syirik kepada Allah ‘azza wa jalla. Seperti halnya orang yang menengadahkan tangannya kepada para penghuni kubur dan meminta kepada mereka agar dipenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan dihilangkan berbagai kesulitan yang menghimpit mereka. Maka tidaklah Allah didurhakai dengan suatu bentuk maksiat yang lebih besar daripada dosa kesyirikan.” (lihat Syarh Tsalatsah al-Ushul oleh beliau, hal. 14)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, “Mengapa syirik disebut sebagai kezaliman? Karena pada asalnya zalim itu adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Sedangkan syirik maknanya adalah meletakkan ibadah bukan pada tempatnya, dan ini adalah sebesar-besar kezaliman. Karena mereka telah meletakkan ibadah pada sesuatu yang bukan berhak menerimanya. Dan mereka menyerahkan ibadah itu kepada yang tidak berhak mendapatkannya. Mereka menyamakan makhluk dengan Sang pencipta. Mereka mensejajarkan sesuatu yang lemah dengan Dzat yang Maha kuat yang tidak terkalahkan oleh sesuatu apapun. Apakah setelah tindakan semacam ini masih ada kezaliman lain yang lebih besar?” (lihat I’anatul Mustafid, 1/77)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keterangan-keterangan yang jelas dan Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca agar umat manusia menegakkan keadilan (al-Qisth).” (al-Hadid: 25)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Allah subhanahu mengabarkan bahwasanya Dia mengutus rasul-rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya supaya umat manusia menegakkan timbangan (al-Qisth); maksudnya yaitu keadilan. Diantara keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok keadilan dan pilar penegaknya. Adapun syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga, syirik merupakan tindak kezaliman yang paling zalim, dan tauhid merupakan bentuk keadilan yang paling adil.” (lihat ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 145)

Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata, “Sesungguhnya iman -pokok maupun cabang-cabangnya, batin maupun lahirnya- semuanya adalah keadilan, dan lawannya adalah kezaliman. Keadilan tertinggi dan pokok utamanya adalah pengakuan dan pemurnian tauhid kepada Allah, beriman kepada sifat-sifat Allah dan nama-nama-Nya yang terindah, serta mengikhlaskan agama [ketaatan] dan ibadah kepada-Nya. Adapun kezaliman yang paling zalim dan paling berat adalah syirik kepada Allah, sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (Luqman: 13).” (lihat Bahjat al-Qulub al-Abrar, hal. 63)

Mengenal Hakikat dan Bahaya Syirik

Syirik adalah menyamakan antara selain Allah dengan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan bagi Allah. Syirik ini terbagi menjadi dua: Syirik akbar; yaitu segala sesuatu yang disebut sebagai kesyirikan oleh pembuat syari’at dan menyebabkan pelakunya keluar dari agama. Syirik asghar; yaitu segala perbuatan atau ucapan yang disebut sebagai syirik atau kekafiran namun berdasarkan dalil-dalil diketahui bahwa hal itu tidak sampai mengeluarkan dari agama (lihat at-Tauhid al-Muyassar, hal. 20)

Syirik adalah menyamakan antara selain Allah dengan Allah ta’ala dalam perkara yang termasuk kategori kehususan yang hanya dimiliki oleh Allah ta’ala saja. Kekhususan Allah itu meliputi tiga hal utama : Pertama; hak rububiyah, seperti mencipta, mengatur alam, menguasainya, mengabulkan do’a dll. Kedua; hak uluhiyah, seperti berhak untuk diibadahi, menjadi tujuan do’a, permintaan tolong, permintaan perlindungan, tujuan dalam melaksanakan persembahan atau sembelihan, menjadi tujuan harapan, rasa takut dan kecintaan yang disertai dengan ketundukan. Ketiga; hak kesempurnaan Nama-nama dan Sifat-sifat, seperti menyandang nama Allah, Ar Rabb dan Ar Rahman, atau memiliki sifat mengetahui yang ghaib, maha mendengar, maha melihat, maha mengetahui, yang tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya. Jadi kesyirikan itu bisa terjadi dalam hal rububiyah, uluhiyah maupun asma’ wa shifat.

Syaikh Al Albani rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang bisa membersihkan diri dari ketiga macam syirik ini dalam penghambaaan dan tauhidnya kepada Allah, dia mengesakan Dzat-Nya, beribadah hanya kepada-Nya dan mengesakan sifat-sifat-Nya, maka dialah muwahhid sejati. Dialah pemilik berbagai keutamaan khusus yang dimiliki oleh kaum yang bertauhid. Dan barangsiapa yang kehilangan salah satu bagian darinya maka kepadanyalah tertuju ancaman yang terdapat dalam firman Allah ta’ala, semacam, “Sungguh jika kamu berbuat syirik niscaya akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar termasuk orang yang merugi”. Camkanlah perkara ini, sebab inilah perkara terpenting dalam masalah akidah…” (Al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, syarh wa ta’liq, hal 17-18)

Bahaya syirik [besar] banyak sekali, diantaranya adalah: Pelakunya tidak akan diampuni apabila mati dalam keadaan belum bertaubat darinya (an-Nisaa’: 48). Pelakunya keluar dari Islam, menjadi halal darah dan hartanya (at-Taubah: 5). Amalan apa saja yang dilakukan tidak akan diterima oleh Allah, ia hanya akan menjadi sia-sia bagaikan debu yang beterbangan (al-Furqan: 23). Pelakunya haram masuk surga (al-Ma’idah: 72) (lihat at-Tauhid al-Muyassar, hal. 26)

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?”. Maka beliau menjawab, “Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dialah yang telah menciptakanmu.” Abdullah berkata, “Kukatakan kepadanya; Sesungguhnya itu benar-benar dosa yang sangat besar.” Abdullah berkata, “Aku katakan; Kemudian dosa apa sesudah itu?”. Maka beliau menjawab, “Lalu, kamu membunuh anakmu karena takut dia akan makan bersamamu.” Abdullah berkata, “Aku katakan; Kemudian dosa apa sesudah itu?”. Maka beliau menjawab, “Lalu, kamu berzina dengan istri tetanggamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Sungguh, aku bersumpah dengan nama Allah tapi dusta lebih aku sukai daripada bersumpah dengan selain nama Allah meskipun jujur.” Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Kalau sikap seperti itu yang diterapkan terhadap syirik ashghar, lantas bagaimanakah lagi sikap terhadap syirik akbar yang menyebabkan pelakunya kekal di neraka?” (lihat Fath al-Majid, hal. 402).

Cara-Cara untuk Membentengi diri dari Syirik

  • Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid
  • Menuntut ilmu syar’i
  • Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan mengantarkan pelakunya kekal di dalam Jahannam dan menghapuskan amal kebaikan
  • Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah
  • Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan

Berhati-hatilah saudaraku dari kesyirikan dengan seluruh macamnya, dan ketahuilah bahwasanya syirik itu bisa berbentuk ucapan, perbuatan dan keyakinan. Terkadang satu kata saja bisa menghancurkan kehidupan dunia dan akhirat seseorang dalam keadaan dia tidak menyadarinya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian tahu apa yang difirmankan Rabb kalian ?” Mereka (para sahabat) mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu” Beliau bersabda, “Pada pagi hari ini ada diantara hamba-Ku yang beriman dan ada yang kafir kepada-Ku. Orang yang berkata, ‘Kami telah mendapatkan anugerah hujan berkat keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata, ‘Kami mendapatkan curahan hujan karena rasi bintang ini atau itu, maka itulah orang yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang’” (Muttafaq ‘alaih) (lihat ‘Isyruuna ‘uqbatan fii thariiqil muslim)

Sebab-Sebab Terjadinya Syirik

Salah satu diantara sebab munculnya syirik adalah berlebih-lebihan terhadap orang salih. Sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Wahai ahli kitab, janganlah kalian bersikap berlebih-lebihan dalam agama kalian, dan janganlah kalian berkata atas nama Allah kecuali berdasar kebenaran.” (an-Nisaa’ : 171)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana Nasrani berlebihan dalam memuji Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku ini hanyalah hamba, maka katakanlah ‘hamba Allah dan rasul-Nya’.” (HR. Bukhari)

Selain itu, syirik juga bisa terjadi karena taklid kepada nenek-moyang. Sebagaimana yang dikisahkan oleh Allah. Allah berirman (yang artinya), “Bahkan mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami telah mendapati nenek-moyang kami berada di atas suatu ajaran, dan kami selalu berada di atas jejak-jejak mereka dalam mencari petunjuk’.” (az-Zukhruf : 22)

Syirik juga terjadi disebabkan kebodohan terhadap tauhid dan ajaran rasul. Oleh sebab itu semakin jauh kaum muslimin dari ilmu maka semakin besar kemungkinan syirik merasuk dan merusak dalam hidup dan kehidupan mereka. Karena itulah wajib atas segenap kaum muslimin untuk belajar tentang tauhid dan iman yang akan menjaga mereka dari syirik dan kekafiran.

Salah satu sebab merebaknya syirik juga adalah tersebarnya hadits-hadits palsu. Misalnya adalah hadits yang berbunyi, “Apabila kalian telah mengalami kesusahan dalam urusan-urusan kalian maka hendaklah kalian kembali/memohon pertolongan kepada para penghuni kubur.” Syaikh al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa ini adalah hadits palsu (lihat al-Mukhtashar al-Hatsits fi Bayani Ushuli Manhajis Salaf Ashabil Hadits, hal. 185)

Demikian sedikit catatan faidah yang bisa kami sajikan dalam kesempatan ini mengenal hak Allah atas setiap hamba; bahwa ibadah adalah hak Allah dan menujukannya kepada selain Allah adalah syirik dan kezaliman. Maka semestinya sebagai seorang muslim kita belajar tentang hakikat tauhid dan syirik agar bisa mewujudkan tujuan penciptaan kita dan menjauhi dosa-dosa terlebih lagi dosa syirik yang itu menjadi sebab amal tidak diterima bahkan kekal di neraka.

Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Penyusun : www.al-mubarok.com 

 


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/mengenal-tauhid-bagian-12/